Jawa Tengah Ambisi Jadi Pusat Garmen Nasional

SEMARANG – Hasil kinerja ekspor yang gemilang dan relokasi pabrik garmen sedcara besar-besaran tentunya akan dijadikan modal dasar untuk menjadikan Provinsi Jawa Tengah sebagai pusat garmen nasional.

Tidak hanya itu,hanya dalam tempo waktu tiga tahun nilai ekspor Jateng hampir menyentuh ke level 1 Miliar dolar AS lantaran kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil meningkat tajam tiga tahun terakhir. Pada 2008 ekspornya mencapai 320 juta dollar AS dan 2011 melonjak tajam menjadi 960 juta dollar AS, tutur Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Ihwan Sudrajat.

Dikatakannya, tekstil dan produk tekstil,hingga saat ini memberikan kontribusi terhadap total ekspor Jateng hampir 41%. Struktur ekspor yang dulu porsi tekstil diatas garmen, sekarang tekstil justru ada dibawah garmen. “Sebanyak 24% dari total ekspor non migas berasal dari garmen. Itu menunjukan daya saing Jateng untuk ekspor garmen dengan provinsi lain,” ujarnya.

Menurut dia, sebagian besar industri garmen berada dalam kawasan bounding zone atau kawasan berikat khusus untuk ekspor. Hanya sebagian kecil yang memasok pasar dalam negeri. “Tahun ini ekspor garmen diprediksi lebih dari 1,2 miliar dollar AS, dengan catatan tidak ada perubahan di Eropa. Sebab, garmen merupan industri yang menyediakan kebutuhan dasar,” paparnya.

Peningkatan tajam ekspor tekstil dan produk tekstil Jateng, kata dia, tidak lepas dari penyiapan infrastruktur tenaga kerja siap pakai oleh Balai Pengembangan SDM (BPSDM) dan produk IKM. Sampai Mei 2012, lembaga itu sudah menyalurkan 21.000 tenaga kerja hingga akhir 2011, menyalurkan 17.000 orang tenaga kerja siap pakai yang sudah tidak lagi perlu magang di perusahaan.

Tahun ini, kata dia, BPSDM dan Produk IKM menargetkan pelatihan bagi 12.000 tenaga kerja. Dalam setahun bisa melatih 8.000 -10.000 tenaga kerja. “Perusahaan sudah tidak lagi perlu melatih tenaga kerja. Itulah yang sangat mendukung industri garmen di Jateng. Industri itu adalah produksi masal yang menyerap tenaga kerja sangat besar. Masih banyak yang kesulitan mendapatkan tenaga kerja siap pakai ,” ujarnya.

Selain tenaga kerja, dukungan pemda antara lain berupa penyediaan lahan dan perizinan membuat investor garmen nyaman berekspansi. Biaya tenaga kerja atau upah minimum regional (UMR) yang masih kompetitif, serta budaya tenaga kerja yang menganut pola paternalistic dan cenderung royal kepada pimpinan juga sangat mendorong ekspansi dan relokasi pabrik pakaian jadii secara besar-besaran ke provinsi ini. “Kami ingin garmen di Jabar, Tangerang, dan Banten relokasi, melebarkan sayap, atau ekspansi kesini,” tandasnya. *kontributor Dinperindag Jateng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.