KASUS SUMBER WARAS TONGGAK PERLAWANAN KEPADA BPK, BPK JUGA BISA SALAH

Jt.Com-Jakarta-Saling klaim paling benar antara BPK dan Ahok atas audit BPK terhadap proses pembelian sebagian tanah RS. Sumber Waras makin meruncing dan justru berpotensi jadi bumerang bagi BPK dimasa datang.

Ahok justru dianggap sebagai tonggak awal hak Kepala Daerah atau yang merasa dirugikan terhadap audit BPK yang di duga bermasalah.

Artikel yang di tulis Dr. Reda Manthovani, SH, LLM, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta dalam salah satu kolom media Online ternama diyakini banyak pihak justru menjadi pencerahan dan layak jadi bahan kajian dan debat hukum Tipikor.

Dr. Reda mengawali pemikiran yang di ambil dari situs resmi BPKP, yang justru banyak ditemukan terjadi ada kelemahan subtansi inti yaitu bahwa:

Audit Investigasi adalah Proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dugaan kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara dan/ atau perekonomian negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan litigasi dan/ atau tidakan korektif manajemen.

-Proses pembuktikan dugaan suatu tindak pidana, justru menuntut Penuntut Umum harus bisa membuktikan “seluruh unsur” yang termuat dalam pasal yang di-dakwakan. Dalam kasus ini penerapan pasal yang digunakan adalah Pasal 2 ayat (1) UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

-Adapun unsur yang harus bisa dibuktikan Penuntut Umum dalam Pasal 2 ayat (1) adalah unsur “Setiap Orang” yang “Secara Sadar Melawan Hukum” melakukan perbuatan “Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi” yang terbukti dapat “Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara”.

-Dengan kata lain bahwa seorang terdakwa yang di dakwa (atau dipaksa didakwa) dalam kasus korupsi “baru dapat dipidana” apabila perbuatannya telah memenuhi seluruh unsur di atas. Namun apabila yang terbukti “hanya satu atau dua unsur saja”, misalnya unsur “setiap orang” dan”merugikan keuangan negara” maka “Si Terdakwa Tidak Dapat Dipidanakan”.

-Di lain sisi, Audit Investigasi adalah suatu proses “pengumpulan dan pengujian” bukti-bukti terkait kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara dan/ atau perekonomian negara atau hanya satu unsur dari beberapa unsur dalam pasal 2 ayat (1) UU No.31/1999.

-Dengan demikian, apabila Penuntut Umum berdasarkan temuan atau auditor BPK yang berpendapat ada unsur “Merugikan Keuangan Negara” namun menurut Penegak Hukum “tidak ada” memenuhi unsur “melawan hukum” maka kasus tersebut tidak dapat dimajukan ke persidangan. Artinya Audit Investigasi BPK tidak harus berujung ke-pemidanaan.

Contoh fakta dalam kasus Sumber Waras (dan mugkin kasus lain yang hampir mirip) terhadap dugaan korupsi berdasarkan “unsur merugikan keuangan negara” versi audit BPK masih dapat diperdebatkan. Karena dugaan kerugian negara tersebut timbul disebabkan “beda pendapat dan saling merasa benar”.

BPK menggunakan NJOP 2013 (Rp.13.000.000,-) sebagai “pedoman” yang diyakini paling benar, sedangkan transaksi antara Yayasan Sumber Waras dengan Pemprov DKI menggunakan NJOP tahun 2014 (Rp.20.700.000,-).

Berdasarkan contoh kasus Sumber Waras, maka dapat disimpulkan bahwa hasil audit BPK tidak dapat dijadikan landasan utama karena hasil audit BPK bis juga salah untuk menaikkan suatu dugaan kasus ke tahap penyidikan. Hal ini dikuatkan pandangan KPK yang justru memandang suatu kasus jauh hingga ke tahap pembuktian di pengadilan sebagai bentuk nyata praktek Sistem Peradilan Pidana yang terpadu.

Untuk mengantisipasi beda pendangan dalam suatu kasus serupa terulang kembali, maka sudah saatnya dipikirkan dibentuk suatu Tim Ad Hoc yang bertugas kusus untuk menguji hasil audit BPK yang gantian diduga bermasalah sesuai asas Praduga Tak Bersalah yang dimiliki siapa saja.

Hal ini mengingat banyak di duga unsur pimpinan BPK terutama di daerah yang di duga banyak pihak berlatar belakang “orang-orang Parpol” bahkan telah juga di bumbui aroma politik selayaknya “juga patut diduga” kemungkinan adanya “intervensi bahkan pesanan” kepada oknum auditor BPK, untuk dapat dan bahkan bisa juga terjadi untuk menekan lawan politik demi suatu kepentingan terselubung.

Kalau sudah menginjak hal demikian biasanya kepala Daerah tidak dapat berbuat banyak dengan hanya pasrah atas putusan BPK. Kepala Daerah tidak mempunyai keberanian untuk menggugat BPK yang selama ini dianggap sebagai suatu institusi yang dianggap tidak pernah salah.

Oleh karena itu sebagai wujud bentuk penerapan prinsip Check And Balance atas suatu kekuasaan yang diberikan kepada BPK maka sudah sewajarnya ada upaya pihak yang dirugikan melakukan banding terhadap audit BPK ke Tim Ad Hoc.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.